Blogger templates

twitterfacebookgoogle plusrss feed

Rabu, Mei 15, 2013

PART 3 AND 4 - 13 TINTA MERAH

Surya pagi merona kembali dengan sisa air menetes, hujan pada jemuran yang masih basah belum kering. Ya, tiap malam harus nyuci baju hanya aktu itu saja gua bisa nyuci tuh baju. Bila pagi tak sempat kalau harus membagi waktu mencuci dengan mengaji, beres-beres kamar, belum mandi pula, siap-siap buat ke sekolah. Masih bisa dihitung keberadaan gua di ponpes ini, serasa telah melewati batas tahun. Mata tak ingin untuk bangkit memulai aktivitas, dibuat bad mood rasanya dengan suasana tak mendukung keseharianku. Rasa hanya ingin tidur berbaring di kasur lantai mungkin tak pernah tak pernah dicuci hingga hitam tak terurus seperti bahan rongsokan, tapi katanya banyak hikmahnya. Memang benar tapi banyak menyiksa juga bila harus gatal gara-gara belum pernah dicuci. Waktu terjepit tak bisa gua tinggalkan bangku sekolah, tiap denger kata bangku sekolah pasti yang ada dibenak ku hanyalah sang malaikat dunia. Dia segalanya bagi hidup gua, tanpa dia mungkin gua ga sampai setahap ini, bisa ngapain aja yang gua suka.


Dan ku bergegas mandi pula ambil air suci. Saat itu gua belum ikut ngaji pagi, dirasa kurang afdol masih ada rasa canggung dan malu : biasanya juga malu-maluin. Hee.. biasa anak baru gitu, jadi perlu penyesuaian. Mandi beres tinggal bebenah buat pelajaran nanti akan dirajut kembali. Terdengar, ….. krunyuk-krunyuk!! Tanda bel lapar berbunyi nyaring dari dalam perut ku. Perlu pengisian bahan bakar dulu nih agar segalanya tetap terbaik.

Ada 2 tempat pilihan buat gua nongkong makan mengisi tangki yang ga bisa dikompromi lagi. Warung simbah penjual nasi uduk di pinggir jalan depan ponpes putra farmasi, beliau cukup renta menjadi seorang penjual nasi uduk level kecil-kecilan. Tapi semangatnya itu loh yang bikin gua penasaran, dan akhirnya gua nobatkan menjadi pilihan kongkow makan gua yang pertama. Gua sih awalnya tahu tempat itu dari rekomendasi temen, karna gua ga majeg di ponpes. Di gubuk kecil gua kongkowin simbah umur lebih dari 60 thun itu, sambil makan denger secarik cerita dari beliau tentang semasa hidupnya dari yang pahit hingga nyenengin. Banyak hikmah memang dari tuturnya, simbah terlahir mungkin untuk tau bahwa hidup tak luput dari keridhoan Tuhan. Beliau pernah lalai meninggalkan tuntunan Tuhan, subhanalloh nikmah lah yang beliau dapatkan. Bukan menjadi manusia yang lebih benci dengan Tuhannya tetapi beliau merasa lebih dekat dengan-Nya. Bagai sebuat istana dibangun hanya untuk binasa, hal yang mengerikan beliau pernah alami.

Awal, beliau sosok  wanita cerdas, baik dan suka bergurau. Disepanjang usia mudanya dihabisakan dengan bekerja menjadi seorang tutor bagi para wisatawan luar negara. Banyak kenangan indah ketika pengalaman itu mewarnai hidupnya. Beliau juga seorang guru dulunya di salah satu sekolah negeri di Kebumen yaitu SMP Negeri 5 Kebumen. Banyak orang termaksud muridnya mengagumi ketekunan dan kepandaian beliau. Tidak hanya itu banyak pula para lelaki lajang ingin menjadikan beliau seorang istri.

Dikala globe berputar pada porosnya, takdir Tuhan tidak ada yang tahu dan merubahnya. Panas begitu panas tersakan waktu itu, terbangun oleh tanda lilin menyala tanpa arah. Tanda itu tak terhiraukan oleh Simbah, musnah semua seisi rumah. Tiada lagi sisa hanya tangisan terpecah dalam lorong sempit ibukota. Rumah simbah terlalap oleh murkanya sang bala merah tak menyisahkan harta benda. Simbah pasrah dengan ujian yang diturunkan oleh Tuhan, beliau tau bahwa aku terbawa oleh duniaku sendiri, tak pernah memikirkan siapa yang telah memberikan semua ini kepada ku hingga aku menjadi orang. Tak berfikir pada tiang-tiang itu, aku gelap pada dunia fana.

Usai semua, beliau kembali bangkit hidup bukan untuk disesali. Tetapi sebagai manusia tawakal tahu setelah ada kesulitan kemudahan pasti datang dibelakang dan ada hikmah disetiap kejadian. Akhirnya beliau kembali ke kampong halaman tinggal bersama saudara. Anak telah besar dan memiliki keluarga sendiri namun tak hirau bila ibunya terkena musibah. Sungguh tak berbudi mereka, tapi sudahlah tak terbesit dalam benak ibu satu ini untuk meminta keadilan. Biarkan saja semua berlalu tanpa tangan-tangan kebatilan, terkadang cacian didapat. Dengan do’a dipanjatkan untuk Allah memberikan petunjuk kepada simah oleh tangan saudaranya lewat usaha kecil-kecilan seperti yang sedang dikerjaan saat ini dan mungkin sampai tutup usia nanti. Walau tampak gubuk kecil dengan tiang berkayu, kapan saja akan raput melapuk tersipah air hujan mengikiskan pada akhir hayatnya. Lantai tampak berkramik putih dengan peralatan masak seadanya, disitulah beliau mengadu nasib untuk mencukupi akhir masanya. Beras menjadi sumber utama penghasilan simbah, membuatkan menjadi nasi uduk yang wangi dan lezat untuk dinikmati. Begitu menyandang air, bila terasa namun ini adalah bagian dari hidup beliau. Kebahagian yang mulia tercipta dengan rasa bersyukur atas nikmat kasih dari Yang Maha Pemberi Rizki.

++ Maaf readers baru bisa posting sekarang, kemarin ada problem yang harus dikerjakan dahulu. Thanks for kesetiaan kalian, happy reading guys and don't forget to comment in here and LIKE my fanspage facebook.com/fauzan.alfaz  ++ Wednesday Morning!

0 komentar:

Posting Komentar

 

Blogger news

Blogger news