Bagai membalik telapak tangan, sifatku mungkin berbeda atau
memory dan pikiranku terhasut oleh langkah saat senja tanda 20 hari kedatangan
ujian tiba. Mungkin kata panggilanlah yang menuntunku untuk kembali pada
langkah benar kata pihak penyandang surga. Langkah tak dapat terpungkiri bila
nada tanda-tanda telah datang apa adanya. Mustahil kau akan kuat menerima
segala perubahan yang akan terjadi padamu Al, apakah kau sudah tau hal apa yang
akan terjadi? Temanku seperti merendahkanku. Namun tak sampai berfikir seperti
itu, hidup adalah proses aku tetap melangkah meski berat.
Berawal jam di ufuk barat dengan pakaian sederhana sedikit
tak bersolek. Tak pantas bila menjadi seorang santri baju ku tampak tak
semestinya. Tak terhirau lagi, niat lebih utama dibandingkan baju yang ku
pakai. Sampai ku ditempat para pencari Tuhan atau banyak yang bilang versi anak
kost penjara suci. Mungkin sebagian kecil dari mereka menganggap itu. Tekat
hati tlah melingkar oleh sukma akan nafsu sang Pencipta. Langkah kecil memulai
pada lorong-lorong rumah tua yang dihuni untuk mengajarkan pendidikan agama.
Tampak tak terwat, tiap hujan datang pasti mereka muncul terduka. Memang
keadaan seperti rumah tua dengan beberapa petak ruang kosong, disitulah kawan
ku mencari bagaimanakah hidup harus prihatin. Satu tempat dimana para santri
melantunkan ayat-ayat suci, ada empat ruang terbagi untuk tidur. Disitulah
tempat singgahku sementara sampai bulan ke depan atau tidak sama sekali.
Diruang sempit, sarang baju hanya 4x3 meter ruang ku merebahkan
lelah nan penak. Ku usap tembok tampak pasih tak bernyawa namun kokoh terbaring
di lantai kasur tipis memandang atap yang ingin merobohkan dirinya. Hanya lampu
satu terpasang dingin merasuk dalam poro-pori tubuh , berkaca apakah sanggup
diriku merubahnya. Petang disaat lampion-lampion Isya tiba, panjatan do’a-do’a
penyejuk hati dilantunkan oleh sajak demi sajak para pemilik Allah terdengar
disetiap sudut mushola. Terjerit air mata tak dapat ku usap lewat syair arab
nan membendung bumbu surga. Waktu sholat tiba setengah jam kumenunggu.
Usainya disapa Hy bro, wahh tampang orang yang mau tobak
kaya gini nihh. Dengan bahasa yang ngledek tapi memang benar apa adanya seperti
itu. Hy juga bro! iya nihh gua pengen tobat tapi bukan sekedar tobat, ada
sesuatu yang ku dapat dari sini namun belum ku temui, sambut ku. Ehh.. jangan
harap kau mau ketemuan ya sama your honey, mentang-mentang dia dipondok juga
kamu bias cari kesempatan balas si Mahfud. Ohh tidak bias, tenang saja bro gua
bukan orang seperti itu kok, lontar ku. Oke dah gua percaya sama lu, gua juga
seneng lu disini. Jadi lu bias jadi mentor gua buat ngajarin resep biar UPK
bisa, dengan PDnya dia bilang gitu. Halah kamu mah cari untung saja, wani piro?
Tawar ku. Hanya senyum menghasut dia balas ucapku.
Ku kembali pada ruang tadi, malu ku rasa bila kembali ku
tengok lewat jendela hanya satu-satunya beberapa teman mengaji. Aku termenung
saja dalam bilah kayu sunyi tak berbisik angin petang itu. Ku baca-baca
lembaran buku yang tergeletak diserambi asrama pondok. Rasa dingin mulai terasa
kembali menyerkit bulu kuduk, bingung dalam gerangan tak bisa berbuat. Datang
Gus mengagetkanku, saat itu terlontar kata-kata heran. Dan ku jawab apa adanya
dan tak memakai bumbu pembohong. Sudah usai percakapan itu hanya sesingkat yang
terfikir tak ambil waktu luangku. Aku bergegas ke kamar entah apa yang harus ku
lalukan lagi. Bosan iya, putus asa pastinya ada bingung tingkat dewa seperti
begitu saja kerjaan tak membuat hasil.
Bersambung....
PART 2 Akan diterbitkan jika banyak readers yang LIKE, COMENT OR SHARE.. :)
0 komentar:
Posting Komentar