Farmasi telah ada sejak pemikiran manusia mulai berkembang meski dalam
bentuk yang sangat sederhana. Manusia purba belajar dengan menggunakan
insting dan observasi terhadap burung-burung dan hewan-hewan buas. Mereka
juga memanfaatkan air dingin, daun, kotoran, dan lumpur. Dengan berbagai
usaha yang bersifat coba-coba, manusia purba mempelajari berbagai hal untuk
menolong sesamanya. Dalam waktu singkat, mereka dapat menggunakan
pengetahuannya dan bermanfaat bagi orang lain. Meskipun menggunakan
metode yang masih kasar, beberapa obat masa kini berasal dari sumber-sumber
yang telah digunakan oleh nenek moyang kita tersebut.
Farmasi pada Masa Babylonia Kuno
Babylon, permata bagi Mesopotamia kuno, sering disebut juga sebagai tempat
munculnya peradaban manusia, adalah yang pertama menemukan dan
melaksanakan praktek peracikan obat. Para ahli penyembuh ketika itu (sekitar
2600 SM) melaksanakan tiga peran berbeda secara bersamaan sebagai
agamawan, dokter, dan apoteker. Naskah-naskah medik ditulis di atas tablettablet
tanah liat yang berisikan gejala-gejala penyakit, resep dan cara peracikan
obat, dan juga doa-doa. Orang-orang babylon telah berhasil menemukan hal-hal
penting dalam upaya penyembuhan penyakit yang pada masa sekarang dikenal
dengan farmasetik modern, ilmu kedokteran, serta kegiatan-kegiatan spiritual.